DISDIKBUD GELAR SEMINAR BUKU MUATAN LOKAL

Panyabungan|BBNewsmadina.com

Acara yang digagas Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mandailing Natal itu bertujuan untuk mensosialisasikan dan meningkatkan kompetensi guru-guru Mata Pelajaran Muatan Lokal di berbagai sekolah yang ada di Mandailing Natal, Selasa (18/04) di Hotel Madina Sejahtera, Panyabungan, Mandailing Natal.

SeminarSebanyak 80 orang guru-guru Mata Pelajaran Muatan Lokal mengikuti kegiatan Seminar Sehari Buku Muatan Lokal hari ini, dan seminar ini dibuka oleh Kabid Kebudayan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Mandailing Natal.

Hadir sebagai nara sumber Askolani Nasution dan Ali Fikri Pulungan. Keduanya merupakan penulis buku Mata Pelajaran Muatan Lokal “Seni Budaya Mandailing Natal”, dan Nara sumber lainnya adalah H. Emil Sulaiman Nasution dan Ali Rachman Nasution mewakili Forum Pelestarian dan Pengembangan Adat dan Budaya Mandailing Natal.

Dalam makalahnya yang berjudul “Kurikulum Muatan Lokal dan Entitas Kebudayaan Mandailing Natal”, Askolani Nasution mengupas berbagai hal yang menyangkut ketentuan penetapan buku muatan lokal, mulai dari undang-undang, kurikulum, silabus, RPP, hingga ke bentuk-bentuk pendekatan belajar.

Askolani juga membahas ketentuan bisa tidaknya sebuah buku menjadi buku pegangan siswa, sama seperti buku lainnya, dan buku muatan lokal selain memuat keunikan daerahnya, juga harus disajikan berdasarkan pertimbangan tingkat kompetensi berpikir peserta didik, ujarnya.

Untuk SD misalnya, hanya bisa mengacu kepada jenjang kognitif mengetahui (C1) dan memahami (C2) dalam Taxonomi Bloom, kemudian masing-masing bab atau sub-bab dijabarkan dalam satu atau beberapa kali tatap muka. Pendekatan belajarnya harus juga mempertimbangkan secara berimbang ranah kognitif (pengetahuan), ranah apektif (sikap), dan ranah psikomotor (keterampilan), lalu setiap bab atau sub-bab diakhiri dengan tagihan (soal). Selain itu, masing-masing bab atau sub-bab juga harus dicantolkan pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang relevan, ucapnya.

“Hal lainnya adalah pertimbangan layout (tampilan) buku. Untuk jenjang sekolah dasar misalnya, harus seimbang antara persentase teks dan gambar. Semakin rendah kelasnya, harus semakin dominan besaran gambarnya. Besar font (huruf) juga menentukan, untuk kelas rendah Sekolah Dasar misalnya (kelas 1 sampai kelas 3), hurufnya minimal 14 pt.”

“Penetapan buku Muatan Lokal juga harus melalui mekanisme, mulai dari Tim Pengembang Kurikulum (TPK) Kabupaten, rekomendasi dari lembaga adat dan budaya resmi, pembahasan di tingkat TPK Provinsi, hingga memperoleh nomor ISBN dari Pusat. Seluruhnya dipertimbangkan baik dari segi konten (isi) dan layout (tampilan), ukuran kertas, jumlah halaman, dan lain-lain.”

Yang paling penting lanjut Askolani, adalah relevansinya dengan Kurikulum Muatan Lokal yang ditetapkan Dinas Pendidikan Daerah. Selain itu, buku muatan lokal juga harus ditulis oleh guru atau orang yang pernah memiliki profesi sebagai guru. Karena mereka yang memahami kerangka kurikulum dan penjabaran proses belajar mengajar. Jadi, bukan sembarang buku begitu saja ditetapkan sebagai Buku Pegangan Siswa atau Guru, hanya karena pertimbangan muatan kontennya saja.

Sementara Ali Fikri Pulungan dalam makalahnya berjudul “Pendalaman Buku Muatan Lokal” membahas secara mendalam berbagai topik yang sudah ada selama ini dalam buku “Seni Budaya Mandailing Natal” terbitan CV Mata Pribumi Media. Pendalaman ini dilakukan karena banyak guru muatan lokal yang selama ini kurang memahami berbagai materi yang dibahas dalam buku itu.

Sambungnya,  disini saya juga menawarkan software Menulis Aksara Tulak-Tulak berbasis Windows, Software itu dengan mudah dapat digunakan oleh guru untuk menuliskan aksara Mandailing tersebut dalam program Microsoft Word, dengan begitu para guru lebih mudah mengajari murid menuliskan aksara tersebut, lukasnya.

H. Emil Sulaiman Nasution membahas materi tentang berbagai ketentuan adat dan budaya Mandailing yang sering ditemukan dalam prosesi adat atau kehidupan sehari-hari. Termasuk berbagai konsep adat yang berlaku dalam tataran kebudayaan Mandailing. Beliau juga menyampaikan konsep “Holong dohot Domu” yang seharusnya dijadikan sebagai acuan tingkah laku bagi masyarakat Mandailing Natal.

Ali Rachman Nasution membahas judul “Kesejarahan Mandailing Natal”. Beliau mengupas sejarah Mandailing Natal sejak masa Hindu-Budha Klasik hingga masa kontemporer. Dengan materi itu, para guru Muatan Lokal diharapkan dapat membelajarkan entitas Mandailing Natal dalam tataran sejarah yang relevan,pungkasnya.

Para peserta seminar mengaku sangat bermanfaat semua yang disampaikan dalam seminar ini. Bahkan para peserta juga mendesak agar Buku Muatan Lokal untuk kelas III dan Kelas VI SD segera diterbitkan, karena selama ini kedua buku tersebut memang belum ada. Sebab, sesuai dengan ketentuan K13, pada saat pemberlakuan kurikulum itu, baru kelas I,2,4, dan 5 yang mengadopsinya.

Sejak tahun lalu, semua kelas sebenarnya sudah harus menggunakan Kurikulum 2013 secara penuh, termasuk Mata Pelajaran Muatan Lokal. Sebagai penulis, Askolani Nasution mengakui bahwa buku untuk kedua kelas itu sebenarnya sudah selesai, tinggal proses cetak saja. Termasuk buku Muatan Lokal untuk jenjang SMP. Jadi tergantung kepada Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal apakah akan menindaklanjutinya atau tidak.(asl-davy)

Tinggalkan Balasan

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)