Obyek Wisata Religius Promosi Madina ke Luar Daerah

Oleh : Ali Sati Nasution
Sejumlah obyek Pariwisata di Kabupaten Mandailing Natal memiliki keunikan tersendiri baik berupa obyek wisata alam, budaya dan obyek wisata religius. Bahkan sejumlah obyek wisata di daerah ini masih banyak yang terpendam, tidak ada pelestarian sehingga redup sama sekali. Padahal apabila sejumlah obyek wisata itu dilestarikan dan dikemas sedemikian rupa dapat dijadikan sebagai pintu promosi daerah ini ke daerah luar.
Semula dengan diresmikannya Taman Nasional Batang Gadis (TMBG) pada 25 Februari 2005 dimungkinkan menjadi penggairah pariwisata dan dimasukkan pada skala prioritas kunjungan wisata di Sumatera Utara. Sejumlah obyek wisata di daerah ini terletak di desa-desa masih dalam cakupan kawasan Taman Nasonal Batang Gadis yang sudah masuk pada taman ke 42 di Indonesia. Namun berhubung jarak yang cukup jauh dari Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara berjarak sekitar 480 Km menjadi kendala tersendiri untuk mencapai sejumlah obyek yang ada di daerah ini.
Obyek yang dikunjungi di Mandailing Natal masih sebatas kunjungan ke Pondok Pesantren Mustafawiyah Purba Baru di Kecamatan Lembah Sorik Marapi. Daya tarik yang selalu menjadi jepretan kamera turis lokal dan mancanegara adalah gubuk-gubuk kecil berukuran 1,5 X 2,5 meter yang berbanjar di pinggir Aek Singolot sepanjang jalan seputaran desa itu. Gubuk kecil itu dijadikan sebagai tempat hunian para santri yang datang dari berbagai daerah di nusantara.
Tampilan gubuk-gubuk kecil sebagai tempat santri dan yang lebih fokus digembleng untuk hidup mandiri menjadi sesutu yang spesifik untuk diketahui mengingat santri yang menimba ilmu di pesantren itu berkisar 9000 santri. Lain halnya dengan santri putri yang khusus ditempatkan di asrama.
Obyek Wisata Religius
Keharuman nama Pesantren Mustafawiyah Purba Baru, sebenarnya terkait dengan nama besar pendirinya Sekh Musthafa Husein Nasution disusul generasi penerusnya Sekh Abdul Halim Chatib Lubis. Kedua ulama kharismatik ini memiliki peran yang sangat penting berjuang ekstra keras untuk kemajuan pesantren yang semula berdiri di Tano Bato. Dari asuhan

kedua ulama ini lahirlah tokoh-tokoh terkemuka yang dapat berkiprah di tanah air dan mancanegara. Selain sosok kedua ulama ini terkenal ulet dalam membimbing santri juga keduanya diketahui memiliki karomah. Makam kedua tokoh berada di seputaran pinggir jalan kompleks pesantren. Dari belahan daerah di nusantara telah menjadikan makam kedua tokoh ulama ini sebagai obyek wisata religius atau obyek kunjungan ziarah ke pusara ulama.
Bila ditelusuri secara jauh, sebenarnya masih banyak ma-kam para ulama kharismatik di Mandailing Natal yang dapat dijadikan obyek wisata ziarah. Makam para ulama yang dapat dijadikan obyek wisata ziarah itu yakni makam Sekh Zainal Abi-din Hasibuan dan Sekh Abdul Fatah di Pagaransigatal kawasan Hutasiantar. Demikian pula dengan makam Sekh Abdul Wahab Lubis (Tuan Muaramais) di Muaramais, Sekh Sulaiman Al-Cholidi di Desa Hutapungkut Tonga, Sekh Al-Djunaid Desa Pasar Lamo Hutanamale. Demikian pula terdapatnya makam Sekh Abdul Mutalib Lubis Desa Manyabar dan makam Sekh Muhammad Yusuf Nasution di Desa Gunung Barani Kecamatan Panyabungan Kota.
Dari berbagai keterangan yang diperoleh, sosok Sech Muhammad Yusuf Nasution, adalak sosok yang pemberani dan tegas terutama ketegasannya dalam penerapan dan pelaksanaan ibadah wajib sesuai ajaran Islam. Apabila mengetahui dari kalangan keluarga dan warga Desa Gunung Barani selalu mengabaikan perintah shalat Sech Muhammad Yusuf mencemplungkan yang bersangkutan ke kolam mandi besar yang terdapat di depan mesjid tersebut. Demikian pula ketika ia berada di Simpang Gunung Barani jalan lintas Sumatera, di tempat ini ia selalu melakukan razia, yakni merazia orang-orang Mompang Julu, Mompang Jae, Rumbio dan lainnya dimana di kawasan ini banyak kerabat dan keluarganya. Kepada saudara Islam pelintas jalan Sekh Muhammad Yusuf selalu menanyakan prihal yang berkait dengan Islam misalnya rukun Islam dan rukun iman. Apabila seseorang yang diajarinya tidak juga bisa hapal ia menamparnya.
Dari perlakuan Sekh Muham-mad Yusuf membuat masyarakat ketakutan dan ada pula yang keberatan. Pihak yang merasa keberatan itu mengadu ke pihak pmerintah Belanda pada waktu mengambil posisi kantor pemerintahan di Kotanopan. Pengaduan yang disam-paikan pihak yang keberatan mendapat tanggapan serius dari pemerintah Belanda sehingga Sekh Muhammad Yusuf dijem-put paksa ke Desa Gunung Barani oleh serdadu Belanda dianggap memaksakan kehen-dak dalam beribadah dan melanggar Hak Azasi Manusia (HAM). Dengan tuduhan yang begitu berat Sekh Muhammad Yusuf dibawa ke Kotanopan dan dipenjarakan. Namun, para sipir penjara sangat terkejut, pada pagi-pagi sekali Sekh Muhammad dengan bebas keluar dari penjara akan melakukan salat Subuh di Desa Gunung Barani.
Ketika serdadu Belanda mengetahui Sekh Muhammad Yusuf lolos dari penjara, segera menyusulnya ke kampung halamannya. Namun ketika Sekh Muhammad Yusuf berhadapan dengan serdadu Belanda ia mengibaskan serbannya sehingga tidak terlihat oleh serdadu Belanda. Demikian ketika berulang-ulang dilakukan penangkapan ia tetap lolos dan tidak pernah lagi tertangkap Belanda hingga sampai kepada masa kemerdekaan. Mesjid peninggalan Sekh Muhammad Yusuf terdapat di Desa Gunung Barani dan makamnya berada di sebelah barat mesjid itu.

Tinggalkan Balasan

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)