Dana Desa Terus Bergulir Rakyat Tetap Miskin

FB IMG 1580488148492

Dana Desa Terus Bergulir Rakyat Tetap Miskin

Oleh : Askolani

 

bbnewsmadina.com, Lima tahun Dana Desa bergulir. Kalau setiap tahun rata-rata 800 juta, maka sejak 2015 sudah 4 milyar lebih dana tersebut masuk dan melintas di Kas Desa. Apa yang berubah? Beberapa puluh meter jalan rabat beton di lingkar desa, beberapa puluh meter lagi ke sentra produksi. Kantor kepala desa juga lebih indah meskipun tidak berbanding lurus dengan peningkatan kinerja aparatur desa. Sebagian ada juga gapura desa yang cantik-cantik, dengan dana ratusan juta rupiah. Dan setiap kali orang miskin melihatnya, ia akan mengutuk hidupnya sendiri. Tentu karena dana sebesar itu mampu menghidupi 90 keluarga miskin di kampung saya selama sebulan.

Tentu Tuan akan mengatakan, apalah harga makan sebulan dibanding indahnyanya desa selama bertahun-tahun, plus lampu warna warni sepanjang malam. Tapi orang miskin, yang dirumahnya bahkan tidak ada listrik, setiap kali ia melihat lampu di gapura itu, setiap kali juga kemiskinanannya disudutkan berjamaah. Dan kita, yang tidak pernah miskin ini, tentu tak paham makna beberapa suap nasi dengan lauk yang wajar ketika bertahun-tahun sebuah keluarga tidak pernah makan enak.

Ah, itu mungkin ungkapan yang terlalu dramatis. Tapi bukankah Dana Desa sendiri diniatkan untuk membangun desa, menumbuhkan-kembangkan potensi ekonomi bersama, mengentaskan kemiskinan, mendistribusikan kesejahteraan, dan seterusnya. Karena item-item itu yang puluhan tahun juga tidak disentuh oleh pemerintah pusat dan daerah sebagaimana mestinya.

Misalnya, kampung saya yang berjumlah 244 KK atau 1050 jiwa. Jumlah usia kerja 70 persen, tapi hanya 20 persen yang memiliki tanah sendiri, 80 persen tidak punya lahan sendiri. Mereka hanya menyewa tanah garapan. Ada 77 orang di antaranya hanya buruh tani. Selebihnya tukang, buruh, jasa, dan kelompok yang sama sekali tidak punya pekerjaan tetap. Anda bisa bayangkan betapa kemiskinan menjadi bom waktu di ini.

Kelompok-kelompok itu, mana yang tersentuh Dana Desa? Misalnya, kelompok tukang dan buruh bangunan, tukang jahit, ibu-ibu yang jualan sayur, penjual pecel tradisional, “pambayu”, “paragat”, “tukang arut”, tukang tempel sepeda, “parbodat”, “pamuge”, “tukang taba”, “panduda topung”, “panggali sumur”, dan ragaman pekerjaan tradisional lainnya. Coba, pernah tidak Dana Desa menyentuh hidup mereka? Mereka yang “silen mayority” itu, yang tidak berani berkeluh-kesah di rapat Desa, yang paling diabai oleh sistem, apa yang kita lakukan untuk hidup mereka? Kita lebih sibuk membangun rabat beton di seluruh lorong hanya agar sendal kita tidak kotor, kita bergairah membangun lampu warna-warni hanya agar tatapan orang berkilau saban malam, dan bintek-bintek yang sama sekali tak berkaitan dengan hidup mati orang miskin.

Padahal, dengan 60 persen saja alokasi pemberdayaan setiap tahunnya, ada 500 juta dana yang bisa digulirkan untuk kelompok-kelompok kemiskinan itu. BumDes kita yang kren-kren, apa juga mendorong potensi ekonomi keluarga miskin? Bisa melalui peningkatan kompetensi, bisa dengan menciptakan peluang usaha baru, bisa pembelian alat dan bahan kerja, atau kelompok usaha bersama lain. Kita tak punya kekurangan orang pintar untuk merumuskan itu.

Masalah kita hanya satu: tidak punya empati sosial terhadap mereka yang terjepit sistem.

(Editor : DN)

Tinggalkan Balasan

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)