Menilik Kota yang Tak Pernah Kering Akan Selawat dan Maulid Saat Perayaan Maulid Nabi SAW di Hadhramaut, Yaman
Oleh: Ahmad Raja Azani NST, Mahasiswa Universitas Al-Ahgaff Yaman, Putra Asal Panyabungan, Mandailing Natal Sumatera Utara.
bbnewsmadina.com, Di pertengahan bulan Oktober ini kita dipertemukan dengan bulan istimewa nan religius, yakni bulan Rabiul Awal. Bulan ini akrab disebut dengan Rabiul Anwar yang berarti bulan yang dipenuhi oleh cahaya kenabian. Bulan Rabiul Awal merupakan bulan yang sangat istimewa, bulan kebahagiaan bagi seluruh penduduk bumi dan langit.
Tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awal, dilahirkan sang junjungan alam Baginda Nabi Muhammad SAW. Bulan ini adalah bulan yang sangat dinanti-nanti kehadirannya oleh kaum muslimin di seantero dunia. Hal itu dapat kita lihat dari berbagai acara yang diusung masyarakat kita di Indonesia pada umumnya.
Perayaan maulid Nabi SAW ini begitu meriah diadakan di masjid-masjid, aula serta rumah-rumah warga, mulai dari pembacaan selawat hingga ceramah mengenai keagungan sang pembawa risalah ilahiyah tersebut. Dan kebahagiaan itu sering kita temui di tanggal 12 Rabi’ul Awal yang puncaknya pada malam hari.
Hal itu berbeda dengan yang saya temui di bumi Hadhramaut ini, tempat saya menimba ilmu saat ini. Hadhramaut sendiri merupakan salah satu provinsi terbesar di Negeri Yaman. Salah satu kota di Provinsi ini adalah Kota Mukalla dan Kota Tarim. Kota Mukalla sendiri merupakan ibukota dari provinsi Hadhramaut, sedangkan Kota Tarim merupakan kota yang sarat dengan nilai-nilai religius dan keislaman, oleh karena itu sering disebut dengan “Kota Seribu Wali”.
Memasuki awal bulan Rabiul Awal, lantunan selawat serta pembacaan maulid sudah menghiasi malam-malam yang penuh berkah ini di seantero bumi Hadhramaut, tidak terkecuali dengan 2 Kota istimewa ini. Bahkan jadwal maulid satu bulan kedepan telah tersusun rapi dan dibagikan kepada masyarakat umum baik itu lewat media sosial ataupun selebaran jadwal tersebut.
Uniknya, perayaan maulid Nabi SAW di Tarim biasanya terlebih dahulu digelar di masjid tua dan bersejarah, seperti malam 12 Rabiul Awal digelar di masjid Ba ‘Alawi, kemudian paginya digelar di masjid Al-Muhdhar.
Sedangkan di kota Mukalla sendiri diadakan di masjid Umar pada malamnya dan di masjid Raudhah pada pagi harinya setelah salat Subuh. Dan begitu seterurnya mengikuti jadwal yang sudah ditetapkan.
Jadwal yang telah disusun ini sebenarnya merupakan jadwal tetap tahunan yang telah disepakati para ulama setempat supaya lebih memudahkan para pendatang untuk menghadirinya sebagai bukti cinta mereka kepada sang Khairul Basyar tersebut.
Demi mengais keberkahan dan syafaatnya kelak, kami para mahasiswa tidak ingin melewatkan satupun acara yang diadakan di bumi yang mulia ini.
Maulid Nabi SAW ini biasanya diawali dengan salat Maghrib berjamaah, kemudian membaca salah satu Sirah Nabi (cerita kehidupan Nabi), Maulid Simtudduror, Adh-Dhiya’ul-lami’, Al-Barzanji, Syaraful Anam, Ad-Diba’i dan sebagainya. Acara tersebut juga diwarnai dengan selawat dan syair-syair khas yang dikarang oleh para ulama terdahulu.
Disela-sela pembacaan Maulid, asap bukhur senantiasa berputar dan melambung tinggi mengharumkan seisi ruangan masjid dan ditambah dengan air mawar yang menjadikan perayaan ini begitu kental dan sarat akan makna yang dalam. Hal menarik yang terlihat ketika itu adalah yang membacakan Maulid tersebut merupakan munshib dari kalangan masyaikh dan habaib. Dan diakhiri dengan doa panjang oleh tokoh ulama setempat.
Walaupun yang tertulis di selebaran jadwal itu hanya sebagian masjid saja, akan tetapi suara lantunan selawat saling bertautan dari menara masjid menghiasi malam yang syahdu akan perayaan ini. Tak hanya itu, maulid mingguan juga kerap diadakan di beberapa tempat seperti Musholla Ahlu Kisa’ di Darul Mustofa, masjid Jami’ Tarim dan lainnya.
Tak ada hidangan mewah yang menarik perhatian para jamaah untuk menghadiri perayaan ini, melainkan hanya segelas qahwah (wedang jahe) saja. Dari sini dapat kita lihat bahwa niat mereka tulus dan ikhlas ingin mengharap keberkahan acara ini. Ajibnya, para jamaah selalu menyesaki setiap tempat perayaan ini, menunjukkan mereka menghayati dan memaknai perayaan Maulid baginda Nabi SAW.
Maka tak ayal jika semangat masyarakatnya selalu menggebu-gebu untuk mengadakan acara seperti ini. Dan tak salah juga jika bumi Hadhramaut ini menjadi tempat berlabuhnya hati para perindu dan pecinta bak jelmaan cinta kaum Muhajirin dan Anshar di Kota Madinah dahulu. (DN)