bbnewsmadina.com, Terdakwa pelaku Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) atas nama Akhmad Arjun Nasution (AAN) yang merupakan terdakwa dalam perkara no 59/pid.sus/2022/pn mdl ini akhirnya divonis selama 8 bulan penjara dan denda sebesar Rp 15.000.000,-. Putusan majelis hakim ini lebih rendah dari tuntutan 1 tahun Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Vonis yang dibacakan oleh Hakim Ketua, Arief Yudiarto, SH. MH di Pengadilan Negeri Mandailing Natal (PN Madina), Jumat (12/08/2022) pagi. AAN dinyatakan bersalah melakukan tindakan pidana Pasal 161 Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara”.demikian diungkapkan Juru bicara PN Madina, Catur Alfath Satriya, SH kepada wartawan.
Alfath juga menjelaskan, putusan ini diambil berdasarkan musyarawah yang dilakukan oleh hakim ketua, dan dua hakim anggotanya. Dan Alfath juga menambahkan putusan hakim ini, tidak boleh berbeda dari pasal yang didakwakan JPU kepada terdakwa.
“Pada dasarnya para hakim bekerja untuk memeriksa pasal-pasal yang didakwa oleh JPU. Dalam dakwaan JPU, ada dua pasal yaitu pasal 161 Undang-Undang Pertambangan Minerba dan Pasal 109 Tentang Lingkungan Hidup. Jadi majelis hakim menimbang bahwa terdakwa terbukti telah melanggar Pasal 161 Undang-Undang Pertambangan Minerba”.ujarnya
Dituturkannya, walaupun berdasarkan fakta persidangan, keterangan saksi-saksi memang mengarah kepada terdakwa AAN sebagai penambang dan ada beberapa saksi ahli yang dihadirkan oleh JPU menyatakan terdakwa lebih pantas didakwa dengan pasal 158 Undang-Undang Pertambangan Minerba, namun karena pasal tersebut tidak tercantum dalam dakwaan maka hakim tidak bisa memutuskan terdakwa melanggar pasal tersebut.
“Jika hakim memutuskan menggunakan pasal diluar dakwaan (unprofesional conduct), hakim dianggap melanggar kode etiknya. Dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana, telah diatur perihal itu. Sehingga hakim tidak bisa dan tidak boleh melanggar kode etiknya”.paparnya
Alfath juga menambahkan, dalam melaksanakan persidangan, hakim juga mempertimbangkan beberapa alat bukti. Karena itu, dengan ketidakmampuan JPU menghadirkan alat bukti yakni sebuah alat berat (excavator, red), itu menjadi pertimbangan bahwa terdakwa hanya melanggar pasal 161 Undang-Undang Pertambangan Minerba.
“Alat bukti excavator yang pernah dikeluarkan surat penyitaannya dari Kepala PN Madina juga tidak bisa dihadirkan dalam persidangan. Ini juga menjadi salah satu pertimbangan dari para majelis hakim”.tandasnya mengakhiri. (LBS)