BBNewsmadina.com, Pembubaran secara resmi Paskibra Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017 dilakukan oleh Bupati Mandailing Natal, Drs. H. Dahlan Hasan Nasution, di depan Tugu Pahlawan Kotanopan pada Jumat (25/8) kemarin.
Upacara pembubaran itu turut dihadiri oleh Kapolres Mandailing Natal, Wakil Bupati Mandailing Natal, Ketua DPRD Mandailing Natal dan Anggota DPRD yang berasal dari Mandailing Julu, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat, dan berbagai elemen OKP, serta segenap SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal.
Bupati Mandailing Natal, Drs. H. Dahlan Hasan Nasution, mengucapkan terima kasih atas kerja keras tim Paskibra Mandailing Natal sehingga upacara Detik-Detik Proklamasi 17 Agustus berlangsung dengan hidmat. Beliau berpesan agar para Paskibra ini dapat terus memelihara semangat juang mereka.
Berbagai hal juga disinggung oleh Bupati Mandailing Natal, terutama menyangkut sejarah perjuangan dan jejak pendidikan yang melekat pada Kotanopan yang selama ini luput dari perhatian. Disebutkan bahwa selama 18 tahun Mandailing Natal, Kotanopan sempat terlupakan.
“Pantas selama ini peran Mandailing Julu tidak tampak signifikan dalam perkembangan pembangunan di kawasan Mandailing Natal,” katanya. “Rupanya ada janji pendahulu saya dulu, bahwa saat berdirinya Kabupaten ini, ibu kotanya bolehlah di Panyabungan, tetapi Kotanopan harus menjadi Kota Pendidikan,” tambah beliau.
Dan janji sejarah itu selama ini belum pernah terwujud sebagaimana mestinya.
Untuk memenuhi komitmen itu, bersamaan dengan penetapan status STAIM sebagai perguruan tinggi negeri, insya allah dalam waktu dekat di Kotanopan akan didirikan Fakultas Petanian dan Politeknik di bawah STAIM yang akan berubah menjadi UIN (Universitas Islam Negeri).
Untuk mendukung itu, Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal juga telah membuka jalan lingkar Kotanopan, agar akses ke lokasi kampus bisa lebih mudah. Dengan beridirinya kampus tersebut, diharapkan putra-putri Mandailing Julu khususnya, dapat menikmati pendidikan tinggi lebih mudah.
Apalagi sejak dulu, banyak guru-guru besar di berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesai yang ternyata berasal dari Mandailing Julu.
Dan alhamdulillah, masyarakat Kotanopan amat mendukung rencana itu.
Tak tanggung-tanggung, H. Khoiruddin Nasution, tokoh masyarakat Kotanopan misalnya, langsung menyumbangkan tanah enam hektar untuk lokasi kampus dimaksud. Juga keluarga almarhum Ali Sati yang menyumbangkan dua hektar lahan.
Dijelaskan juga oleh beliau, betapa selama ini ternyata banyak pahlawan dan Perintis Kemerdekaan asal Kotanopan yang tidak banyak diketahui masyarakat umum. Nama-nama mereka tercatat dalam Tugu Perintis Kemerdekaan yang ada di depan Pesanggrahan Kotanopan. Belum lagi pejuang-pejuang lainnya yang makamnya tersebar di berbagai wilayah Nusantara. Termasuk tujuh makam pahlawan yang terdapat di desa Sayurmaincat. Karena itu, malam 17 Agustus yang lalu, Bupati mencanangkan peletakan batu pertama pembangunan Tugu Pahlawan Sayurmaincat.
Berkaitan dengan itu, Bupati juga merencanakan untuk merelokasi dan merenovasi tugu-tugu perjuangan yang ada selama ini, baik Tugu Pahlawan di depan Terminal Kotanopan, Tugu Perintis Kemerdekaan, maupun Tugu Bendera yang selama ini terselip di antara kios-kios pedagang Pasar Kotanopan. Hal itu amat membuat miris. Apalagi jika mengingat bahwa Tugu Bendera itu menandai penaikan bendera merah-putih ketiga di Indonesia setelah di Jakarta dan di Bukit Tinggi. Itu membuktikan peran Mandailing Julu dalam menggagas Indonesia Merdeka yang sepatutnya membuat kebanggaan bersama masyarakat Mandailing Natal.
Karena itu, sebut beliau, Pasar Kotanopan harus dipindahkan ke lokasi baru di kawasan Jalan Lingkar, agar Tugu Bendera dapat dipugar untuk menjadi lapangan upacara bagi Kecamatan Kotanopan. Karena itu, dalam kesempatan itu, Bupati sekaligus menyerahkan bendera merah-putih kepada Kapolsek dan Danramil Kotanopan, agar bendera tersebut setiap hari dikibarkan di Tugu Bendera.
Selain itu, Bupati Mandailing Natal juga menggagas Pendirian Makam Pahlawan di Kotanopan. “Sudah waktunya Mandailing Natal memiliki makam pahlawan, apalagi banyak makam-makam pahlawan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Digul, Papua,” imbuhnya.
Dari tempat itu dulu, puluhan pejuang dan Perintis Kemerdekaan asal Kotanopan ditangkap Belanda dan dibuang sebagai Tahanan Politik oleh Pemerintah Kolonial Belanda tahun 1926. Mereka dirantai dan dipenjara di Sukamiskin, Bandung, karena dituduh melakukan agitasi untuk merdeka. Setelah ditahan di sana, mereka kemudian diangkut dengan rakit menuju Digul, Tanah Merah, Papua. Berbagai penderitaan sebagai tahanan politik mereka rasakan. Sebagian ada yang pulang dibebaskan oleh Jepang tahun 1942, sebagian ada yang meninggal di Kamp Tahanan Politik terbesar di Asia Fasifik itu. Mereka yang pulang tidak berhenti kegiatan politiknya. Mereka tetap melakukan rapat-rapat politik untuk menggagas Indonesia Merdeka. Mereka juga yang segera menyambut berita Proklamasi dari Jakarta dan menaikkan bendera, bahkan kemudian mengangkat senjata melawan Belanda di masa Perang Kemerdekaan 1945-1949.
Untuk itu, Bupati Mandailing Natal meminta fatwa dari MUI apakah memungkinkan untuk memindahkan makam mereka ke Taman Makam Pahlawan nanti, walaupun hanya satu ember dari tanah makamnya. Agar para pejuang perintis kemerdekaan itu setidaknya memiliki makam yang layak.
Atas jejak perjuangan dan jejak pendidikan yang ada selama ini di kawasan Kotanopan, kepada ketua DPRD Mandailing Natal yang hadir pada saat itu, Bupati Drs. H. Dahlan Hasan Nasution meminta agar segera dibuatkan Peraturan Daerah tentang Penetapan Kotanopan sebagai Kota Perjuangan dan Kota Pendidikan.
Selain itu, Mandailing Natal menurut beliau terkenal karena adat dan ibadahnya. Itu yang membuat daerah ini disebut sebagai bangsa oleh Mpu Prapanca dalam Kitab Negarakertagama. “Kita ini bukan sekedar masyarakat Mandailing, tetapi bangsa Mandailing,” cetus beliau. Itu menandakan bahwa kita memiliki catatan sejarah yang bermartabat jauh sebelum priode kolonialisme. Itu juga menurut beliau yang membuatnya mencetuskan gagasan Mandailing Natal sebagai “Negeri yang Beradat, Taat Beribadat.”
Konsep itu semestinya menurut beliau harus juga segera ditindaklanjuti DPRD Mandailing Natal menjadi Peraturan Daerah. Dan sebagai implementasinya, di Kotanopan juga akan segera dibangun Bagas Godang yang rencananya ditempatkan di lokasi Rumah Dinas Dokter yang ada sekarang, berseberangan dengan Pesanggrahan Kotanopan dan bersisihan dengan Tugu Bendera.
Berbagai rencana penguatan Kotanopan sebagai Kota Perjuangan dan Kota Pendidikan, insya allah akan disampaikan juga kepada para perantau yang berasal dari Mandailing Julu. Dengan begitu, ada sinergi dan semangat bersama untuk saling mengukuhkan peran Kotanopan tersebut.
Sementara Ketua DPRD Mandailing Natal, Hj. Lely Artati, S.Ag. menyambut baik berbagai gagasan yang disampaikan Bupati Mandailing Natal. Apalagi beliau juga mengaku sebagai putri Mandailing Julu. “karena itu, kami, bersama anggota DPRD Mandailing Natal yang berasal dari Mandailing Julu, insya allah akan segera menindaklanjutinya melalui peraturan daerah dan dukungan anggaran yang relevan,” cetusnya.
Tokoh masyarakat dan tokoh pejuang Kotanopan yang turut menghadiri acara itu, amat mendukung gagasan Bupati Mandailing Natal untuk menjadikan Kotanopan sebagai Kota Perjuangan dan Kota Pendidikan. Dengan komitmen itu, tentu akan memberi semangat baru bagi masyarakat Mandailing Julu. Dengan pendidikan yang lebih maju, kiranya nanti akan muncul pahlawan-pahlawan baru dari daerah ini, dengan semangat juang yang berbeda tentu. Jika dulu semangatnya untuk Indonesia Merdeka, kini semangatnya untuk mengisi kemerdekaan yang mereka perjuangankan dulu.
Acara yang dihadiri masyarakat Kotanopan itu, juga dibarengi dengan Pawai Obor yang diikuti seluruh siswa yang ada di Kecamatan Kotanopan. Puncaknya adalah pemadaman obor di depan Tugu Pahlawan Kotanopan. Malam itu menjadi amat berkesan bagi seluruh masyarakat Kotanopan dan para undangan, karena seolah-olah menghidupkan kembali ruh semangat juang yang melekat pada Tugu Pahlawan. Merdeka.(davy)