Pelantikan FPPAB Periode 2020-2025 dan Parasasti Syair Rabi’ah Al-Adawiyah dipelataran Rumah Dinas Bupati. (Foto: Istimewa)
bbnewsmadina.com, Banyak orang tak tahu bagaimana watak asli dan kepribadian sesungguhnya dari Dahlah Hasan Nasution (DHN)/Bupati Mandailing Natal, apalagi kelas otak manusianya hanya “sedangkal kolam” manalah mungkin dalamnya lautan teduh bisa dia ukur. Cerminan manusia penghujat seperti ini biasanya hanya mampu melihat dari sisi negatifnya saja dengan menghembuskan suara-suara sumbang dan miring saja, seolah-olah dialah manusia paling sempurna tapi lupa intropeksi diri, malah adakalanya sangat tendensius sekali dengan tarikan intres pribadi yang sangat kuat, dia tak perduli apakah suasana kebathinan orang tersinggung atau tidak, apakah kata-kata yang disampaikannya memenuhi kepatutan etika-moral atau tidak, dan dia tak perduli tentang norma-norma kesantunan ke-Mandailing-an yang begitu luhur.
Akhir-akhir ini dipenghujung masa-bhaktinya sebagai Bupati yang akan berakhir per-tanggal 30 Juni 2021 masih ada oknum tertentu yang dengan tega dan secara bombastis menuding, bahwa DHN adalah manusia dari “kubangan lumpur yang lupa bersyukur” dibuat head-line dalam sebuah berita lokal, tapi tidak mencerminkan isinya. Katanya terinspirasi dari lagu Ahmad Djais yang bercerita tentang layu dan gugurnya bunga dahlia, dan pengakuannya merupakan bagian dari euforianya atas kekalahan DHN pada Pilkada 2020. Penulisnya mengklaim diri sebagai seorang jurnalis, tapi dalam pemberitaannya tidak mengandung unsur edukasi dan kelayakan opini.
Masyaallah…, tentu berita ini bagi FPPAB (Forum Pelestarian dan Pengembangan Adat Budaya) Kabupaten Mandailing Natal merasa perlu meluruskan dan menyajikan perbandingan agar publik bisa memahami dan menilisiknya lebih jauh.
CATATAN ZIARAH KE MAKAM RABI’AH AL-ADAWIYAH
Semua orang tahu bahwa DHN begitu tamat SLTA langsung menjadi PNS dikantor Gubernur Sumatera Utara yang ditempatkan di bagian Kesra (Kesejahteraan Masyarakat). Tempat kerjanya inilah yang menempah dirinya dan sekaligus sangat bersyukur, karena sebagai Panitia Haji telah mengantarkan DHN 4(empat) kali menunaikan haji (rukun Islam ke-5). Ada kesan tersendiri yang begitu dalam bagi DHN, ketika kala itu sempat mengunjungi Palestina dan sholat di Masjidil Aqza. Tiba-tiba ada seorang Arab yang rupanya pernah mengajar di IAIN Medan menepuk pundak DHN (pakai peci hitam) dan menanyakannya apakah orang Indonesia ?. Dijawab DHN ya, dan setelah berbasa-basi, lalu mereka ziarah ke makam Rabi’ah Al-Adawiyah (sang Srikandi Islam) dikompleks mesjid tersebut. Dalam bahasa Arab disitu ada tertulis sebait syair Rabi’ah Al-Adawiyah yang begitu fenomenal, dimana dalam terjemahan bebas kurang lebihnya sbb : “Bila sujudku kepadamu ya Allah karena mendambakan syurgaMu, tutuplah pintunya untukku. Bila sujudku kepadaMu karena takut akan NerakaMu, bakarlah aku dengan apinya. Tapi bila sujudku padaMu, semata-mata karena Engkau, janganlah palingkan wajahMu, karena aku rindu keagunganMu. Manakala ada karunia untukku di dunia, berikanlah kepada zuhud-zuhudMU. Dan manakala ada karunia unttukku di akhirat, hibahkanlah kepada sahabatku. Bagiku, cukup Engkau ya Allah”.
Untaian kesufian syair itu begitu meresap dalam kalbu DHN dan sekaligus mewarnai perjalanan kehidupan spritualnya, dan tak tanggung-tanggung atas kekagumnya terhadap syair Rabi’ah Al-Adawiyah tersebut diabadikan DHN dalam sebuah parasasti kebanggaannya dipelataran rumah dinas Bupati Mandailing Natal yang bertarikh 07 Desember 2019. Dan barangkali beranjak dari sinilah, makanya DHN dalam kepemimpinannya tak bosan-bosannya selalu menekankan kepada stafnya agar selalu bekerja dengan mengedepankan ketulus-ikhlasan dan jangan sekali-kali melakukan korupsi.
KETERBATASAN APBD
Dilain sisi, sadar posisinya sebagai pemimpin, DHN yang tahu betul atas keterbatasan kemampuan APBD dalam membangun Mandailing Natal, apalagi dalam suasana recofusing anggaran Covid-19 yang berkepanjangan, telah menempatkan dirinya selalu siap mempertaruhkan segalanya dan mensiasati untuk “merayu” para pejabat pusat agar bersedia menggelontorkan dana dalam percepatan varian pembangunan proyek-proyek besar yang telah diprogramkan. Secara jujur silahkan inventarisasi sendiri berapa ratus milyar yang sudah berhasil diraih kepemimpinan DHN kucuran dana dari pusat maupun sumber lain (diluar APBD Mandailing Natal) yang sudah dinikmati daerah ini. Dimulai dari percepatan pembangunan Bandara Jendral Abdul Haris Nasution-Bukit Malintang, percepatan pembangunan pelabuhan Palimbungan-Batahan, pembangunan Rumah Sakit, Pasar Baru, jalan Panyabungan Timur tembus ke Palas, jalan lingkar Kotanopan, jalan lingkar Simpang Gambir, jalan tembus Naga Juang-Siulangaling, Wisata Sampuraga, Bukit Muhasabah, Taman Raja Batu, beberapa jembatan penghubung, pembebasan hutan lindung menjadi hutan rakyat, program KEK, dllnya. “Itu semua saya lakukan adalah sebagai bentuk kecintaan dan pengabdian saya kepada daerah ini” ujar DHN suatu ketika.
NEGERI BERADAT TAAT BERIBADAT
Melalui perenungan yang sangat dalam, akhirnya DHN menemukan simpul “roh” perjalanan sejarah Mandailing Natal dengan sebuah untaian kata yang singkat dan padat tapi penuh makna, yakni selogan “Negeri Beradat Taat Beribadat” untuk mendorong penguatan “nafas” dari selogan “Bumi Gordang Sambilan” dan moto “Madina yang Madani”.
Siapa yang tak setuju dengan selogan “Negeri Beradat Taat Beribadat” ?. Bagi FPPAB, ini adalah sebuah pemikiran dan karya besar sekaligus torehan sejarah dari seorang DHN dalam kehidupan kita berkabupaten. DHN kami anggap sekaligus sebagai mentor adat budaya yang selalu menginspirasi dalam dinamika program organisasi. Kenapa tidak ?. Dalam kajian ilmiah atas dorongan DHN yang kita lakukan, fakta sejarah telah membuktikan, bahwa babad tahun kelahiran kerajaaan Mandailing klasik terhitung sejak tahun 514-M (sudah 15 abad-red) yang telah menitisi jati diri kita sebagai bangsa Mandailing serta memiliki keadiluhungan peradaban yang luhur. Dalam serat-serat “Tumbaga Holing” yang menjadi patik, uhum dan ugari dalam ranah adat istiadat dan budaya warisan leluhur. Kita memiliki warisan sumber kehidupan “Holong dohot hapantunando maroban domu, domudo maroban parsaulian”. Kita memiliki dasar kehidupan yakni “Poda Nalima” dan kita memiliki filosofi kehidupan yaitu “Dalihan Natolu” yang menjadi nafas interaksi sosial kita sehari-hari.
Disisi lain dalam perjalanan sejarahnya, mulai awal abad ke-17-M (sudah 4 abad-red), Mandailing Natal telah dipengaruhi peradaban Islam yang pada gilirannya menjadi agama anutan yang dominan, lalu berkembang dan terkenal dengan kelahiran pondok-pondok pesantrennya serta telah diakui tercetaknya ribuan ulama-ulama besar yang menjadi panutan umat, dan atas pengaruh itu pulalah sekaligus kita mengklaim diri dalam berkehidupan yang religius.
Sesungguhnya, perpaduan perjalanan sejarah itulah yang menjadi dasar pemikiran DHN sehingga dalam perenungannya melahirkan selogan “Negeri Beradat Taat Beribadat” yang dilaunchingnya pada pertengahan tahun 2017 itu.
Disamping kehidupan pesantren sebagai pusat pendidikan dan sekolah-sekolah tahfidz qur’an yang tetap menjadi perhatian dan pengalokasian bantuannya. Tentu juga sebagai hal yang tak terbantahkan tentang kecintaan dan komitmennya dalam penguatan adat-budaya daerah Mandailing Natal, buktinya dipinggiran jalan Lintas Sumatera-Saba Purba-Panyabungan telah dibangun dan berdiri dengan megahnya Bagas Godang (Rumah Adat) Mandailing Natal yang akan dijadikan sebagai pusat pendidikan budaya daerah dan destinasi wisata andalan. Luas pertapakannya sekitar 4 ha yang dibeli DHN melalui uang pribadinya secara angsuran sekitar 1,2 milyar rupiah, sedang pembangunan gedungnya bersumber dari APBD Mandailing Natal.
4 KALI PEJABAT NEGARA
Dalam catatan sejarah kepemimpinan Kabupaten Mandailing Natal, DHN yang telah mengabdi sebagai birokrasi selama 37 tahun di kantor Gubernur Sumatera Utara itu, akhirnya 4 (empat) kali disumpah dan diangkat menjadi Pejabat Negara, pertama ketika menjadi Pjs Bupati Mandailing Natal (2010-2011), kedua sebagai Wakil Bupati yang patner dengan Bapak Hidayat Batubara (2011-2013), ketiga sebagai Bupati yang menggantikan Hidayat Batubara (2013-2016), dan terakhir yang keempat sebagai Bupati yang patner dengan Bapak M. Ja’far Sukhairi Nasution (2016-2021).
DHN selama 4 kali menjadi Pejabat Negara di Kabupaten Mandailing Natal, terkenal sebagai pekerja keras dengan kehidupannya yang sederhana dan bersahaja sehingga dekat dengan warganya, demikian juga kantor Bupati dan rumah dinas tidak dibuatnya sakral akan tetapi sangat terbuka untuk umum. Kini tinggal menghitung hari, karena per-tanggal 30 Juni 2021 DHN akan meninggalkan kita dan Mandailing Natal kembali ke Medan memulai kehidupan baru dan beralamat di sebuah rumah yang sederhana. Tentu tiada kata yang terbaik selain daripada ucapan : “Selamat jalan pak Dahlan Hasan Nasution, kami akan tetap mengenangmu, semoga selalu dalam lindungan dan mendapat berkah dari Allah SWT. Amin YRA. Dan dalam perjalanan waktu, yakinlah bahwa daerah ini akan mencatat apa yang sudah kau perbuat dan wariskan sebagai dharma baktimu untuk kampung halaman ini”.
FPPAB sangat bersyukur atas ketegaran DHN tetap seperti sedia kala walaupun kalah dalam proses Pilkada, dan telah mampu membuktikan ucapannya : “ Bagi saya, bukan jabatan Bupati segala-galanya dan saya sadari sepenuhnya pada saatnya semuanya akan berakhir”.
Lalu, silahkan publik menilainya sendiri, apakah pantas tudingan dari “kubangan lumpur yang lupa bersyukur” pantas dialamatkan kepada DHN ?-(humas fppab)