
bbnewsmadina.com, – Mandailing Natal, Jangan biarkan jerit tangis warga pedagang kecil tradisional itu ngelangsa dan berduka berkepanjangan ditengah-tengah kerterpurukan ekonomi yang masih membelenggu perut mereka diakar rumput. Aturan Perda, Perbup, operasi Satpol PP dengan kekuatan penuh atau semacamnya setiap hari, bukanlah solusi akhir terbaik (seperti saat ini) yang harus dipaksakan.
Itulah gambaran resume hasil diskusi internal Forum Adat Madina dalam menyikapi terjadinya fenomena “benturan” antara kebijakan Pemda Madina dengan warga pedagang kecil tradisional diseputaran Pasar Lama/Jalan Kuliling Panyabungan yang dipaksakan harus pindah ke Pasar Tapanuli (yang baru siap dibangun itu) dengan segala retorika dan argumentasi atasnama “kekuasaan penguasa”.

Sementara warga pedagang kecil tradisional (mayoritas umak-umak) dalam menghadapinya, mereka bertahan dengan segala hujatan keluh-kesahnya dan merasa tertindas oleh pemerintah (yang mereka dukung dan pilih sendiri saat pilkada). Akibatnya, terjadilah uring – uringan semacam petak umpet, ketika Satpol PP operasi, pedagang kecil tradisional histeris, tarik2an, dorong2an dengan petugas seraya mengkemasi barang jualannya dirondokkan, tapi begitu petugas pergi, mereka kembali jualan lagi (tetap mereka tak mau pindah dan bertahan, karena mereka merasa berjualan diatas tanah hak milik warga, bukan tanah pemerintah), demikian disampaikan Sekum Forum Adat-Rachman Ali Nasution SH, kepada media (07/10).
Disetir Rachman lagi, dari pusaran aspek kajian ekonomi, “coba hitung sendiri berapa besarnya kerugian dan dampak yang dialami warga pedagang kecil tradisional yang hanya punya target sederhana, mengais pagi untuk makan sore setiap harinya, ditambah lagi kerugian secara fisik dan fisikis yang begitu mendalam menguras energi dan melelahkan itu. Disisi lain, berapa besar kerugian keuangan Pemda Madina harus dikeluarkan dari APBD, menggelontorkan dana untuk operasional Satpol PP setiap harinya yang tak berguna dan tak menghasilkan apa-apa itu “. Kenapa kita mau jadi bodoh ?, sergahnya.
SOLUSI BUDAYA
Dituturkan Rachman, bahwa bertolak dari FILOSOFI warisan leluhur Mandailing Natal telah mengajarkan kepada kita bahwa, “SETIAP YANG SUDAH MENTRADISI ITU, SEBAIKNYA JANGAN DIRUSAK” (Molo madung tar-adat, ulangbe sego/dalam bahasa daerah). Artinya apa ?.
“Adat-budaya itu telah menjadi roh peradaban masyarakat di daerah ini jauh hari sebelum Indonesia merdeka, keadiluhungan tatanan inilah sebagai dasar yang membentuk karakter mindset masyarakatnya”.
Karenanya, dalam konteks kasus atau “konflik sosial” di Pasar Lama/Pasar Kuliling Panyabungan, Forum Adat memberikan kontribusi pemikiran sebagai berikut :
(1). Pedagang kecil tradisonal itu eloknya jangan diusir/dipindahkan, karena kawasan itu adalah tanah hak milik warga (bukan tanah pemerintah), tapi Pemda punya kewajiban harus hadir disitu untuk memberikan/membangun fasilitas2 pendukung agar tempat jualan mereka lebih layak dan manusiawi. Umpamanya, Pemda dalam tata-kelola kotanya agar lebih apik , rapi, indah dan bersih, sebaiknya justru membangun SAUNG-SAUNG (dengan konstruksi standar kota) sepanjang emperan pertokoan dan diluar badan jalan yang ada. Dibuat sekat-sekat pembatas sesuai kebutuhan pedagang/pembeli agar tidak semraut atau melebar ke badan jalan. Outputnya, retribusi daerah bisa lancar dan Satpol PP tidak perlu lagi berkutat untuk operasi pengusiran setiap hari. Intinya, pedagang kecil tradisional/pembeli harus lebih dimanusiakan kemartabatannya dan merasa kehadiran pemerintah justru membawa keberkahan.
(2).Tentang kios baru di eks Bioskop Tapanuli, sebaiknya Pemda harus mensiasati dan mengkaji peruntukannya yang terbaik itu untuk apa ?. Semula konsep pembangunannya kan untuk pasar jajanan kuliner khas daerah dan jual makanan malam. Atau bila dianggap kurang pas, mungkin bisa saja dibuat peruntukannya, khusus untuk “pasar digital” atau semacam “pasar bursa kopi Mandailing” agar lebih terangkat kembali branding kopi kita yang fenomenal itu. Atau sebagainya dstnya… Karena Pemda diwajibkan untuk mampu mendorong tumbuh berkembangnya perekonomian dan sekaligus memberikan fasilitas pendukung yang memadai bagi masyarakatnya. Ingat, disamping angka pengangguran di derah ini masih sangat tinggi, juga perekonomian masih sangat tidak baik.
(3). Soal Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Bupati (Perbup) untuk Pasar Lama/Pasar Kuliling dan Pasar eks Bioskop Tapanuli (misalkan sudah ada ?). Tentu hal itu, bukanlah harga mati. Tapi masih sangat mudah untuk direvisi, syaratnya tergantung kemauan kebijakan dan niat baik Pemda dengan DPRD Madina saja, selesai kan ?.
Terakhir, Rachman atas nama Forum Adat, mengingatkan kembali bahwa sejarah Pasar Lama itu adalah berasal dari warisan tanah adat Kekuriaan Huta Siantar dan sebagian berubah menjadi hak milik warga. Saat awal berkabupaten Pemda Madina musyawarah dengan para Pemangku Adat agar lokasi pasar lama itu dibangun menajadi pusat perbelanjaan Madina Square.
“Jadi ini persoalan pasar tradisional masyarakat, bukan persoalan jalan keliling untuk kebutuhan angkot atau lainnya”, tegasnya. (Red)