HARUS DIPERTAJAM
Disektor pertanian, arah kebijakan yang dibuat Bupati Mandailing Natal menurut Samad, adalah mengacu kepada kebijakan secara Nasional, yakni rancang-bangun kegiatan program bidang pertanian agar terwujud swasembada pangan.”Kita harus punya strategi yang terukur dan terkendali dibidang ini, semestinya indikator keberhasilan setiap program kegiatan harus ada parameternya. Maksudnya, tahun ini umpamanya berapa ribu ton beras yang kita import dari luar Kabupaten Mandailing Natal untuk kebutuhan kita. Termasuk dibidang ternak, ikan, sayur-sayuran, buah atau holtikultura lainnya, masing-masing berapa ekor atau berapa ton selama ini yang diimport . Lalu,dengan adanya berbagai kegiatan program yang dianggarkan tahun ini, berpa persen tingkat keberhasilannya harus terukur. Kemudian untuk tahun berikutnya tinggal berapa ton lagi persentasenya yang harus kita kejar, parameternya harus dipertajam kalau kita mau menargetkan pencapaian swasembada pangan, termasuk pemenuhan kebutuhan sektor lainnya itu. Kalau tidak ada parameternya, bagaimana kita akan bisa membuat berbagai inovasi terobosan atau memprogramkan instrument pendukung lainnya secara berkelanjutan ?. Artinya, sebaiknya harus diketahui tahun keberapa kita baru bisa mencicipi swasembada pangan dimaksud, jadi jangan lagi ada program kegiatan berada “diwilayah abu-abu” dalam percepatan pembangunan yang telah dicanangkan pak Bupati kita yang harus tuntas dalam dua tahun ini” – harap Samad yang hafal benar digit-perdigit angka-angka yang ada di APBD Madina 2016 itu dimana disektor pertranian dan ketahanan pangan lumayan besar anggarannya karena termasuk skala prioritas.
AGAMA DAN BUDAYA
Dalam tafsir Samad, bahwa terobosan pemikiran berilyan pak Bupati dibidang keagamaan dan kebudayaan yang harus saling bersinergitas, adalah dalam koridor pembangunan kembali karakter atau jati diri Kabupaten Mandailing Natal yang dijuluki sebagai “Serambi Mekah” dan sekalikus sebagai “Bumi Gordang Sambilan”. Perpaduan dari kedua predikat itu adalah bagian penting yang harus diberhasilkan dalam pewujudan masyarakat Madina yang “madani”. Karena dalam filosofi Islam dan yang selalu disampikan pak Bupati, bahwa makna “madani” sesungguhnya adalah terbangunnya kehidupan masyarakat yang “adil dan makmur, religius serta berbudaya dan bermartabat”. Dalam kaitan itu pulalah makanya pak Bupati selalu mengingatkan bahwa, hanya agama dan adat-budayalah yang bisa memproteksi atau membentengi diri kita dari dekadensi moral ditengah-tengah terpaan pengaruh budaya luar yang sudah mengglobal ini.
Ditambahkan Samad, untuk memberhasilkan kebijakan pak Bupati yang didukung secara luas dari masyarakat Mandailing Natal dibidang keagamaan dan kebudayaan ini, tentu kami selaku pengendali fiskal bersama SKPD terkait, dituntut harus mampu benar memahami dan menafsirkan hal ini sekaligus memprogramnya secara berimbang dalam penguatan dua bidang ini mulai tahun 2016 secara berkelanjutan kedepan. Targetnya adalah untuk membangun kembali identitas kita yang sudah mulai luntur tergerus zaman. Identitas itu teramat penting dan sekaligus menjadi harga diri kita, makanya hal ini harus menjadi skala prioritas sebagaimana harapan masyarakat Mandailing Natal, agar daerah kita disamping menjadi pusat pendidikan agama Islam juga adalah pusat kebudayaan minimal untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara, dimana masyarakatnya sangat terkenal dengan kereligiusannya serta mencerminkan kebudayaan yang elegan dan bermartabat.
Dalam dogma pembangunan maupun dalam strategi RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) kita, sebagaimana yang selalu ditekankan pak Bupati, bahwa disamping pembangunan infrastruktur fisik yang harus kita pacu dalam dua tahun ini, tidak kalah pentingnya pembangunan dibidang mental spritual serta adat budaya yang bermartabat diatas pondasi yang kuat. Tanpa perpaduan dan tekad seperti itu, sangat dikhawatirkan kita akan kehilangan arah dan selalu diposisi yang terpuruk.
Adanya pencanangan program pak Bupati disektor keagamaan seperti Magrib Mengaji, Kampung Al Quran dan rencana pembangunan Sekolah Al Quran disetiap kecamatan serta penguatan status Pesantren-pesantren dan lainnya. Kemudian dibidang adat budaya, adanya penguatan keorganisasian para Pemangku Adat menjadi Forum Pelestaraian dan Pengembangan Adat Buadaya (FPPAB), Pembangunan Bagas Godang di Saba Purba, rehablitasi berbagai situs-situs Bagas Godang, pembangunan desa-desa adat, penguatan dan penyemarakan seni budaya daerah dalam banyak event dan sebagainya, sesungguhnya sudah merupakan pemikiran brilyan dari pak Bupati yang jauh memandang kedepan yang terkadang menembus batas cakrawala kita berfikir. Kemudian yang salutnya kita melihat sikap dan langkah pak Bupati, semuanya itu beliau lakukan dengan ikhlas dan sepenuh hati serta percaya diri dan harus terwujud dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun. Hal-hal seperti itulah yang harus jeli kami jabarkan dalam variable kebijakan APBD kita kedepan – tutur Samad mengakhiri. (habis-red)