Oleh: Ahmad Muhajir
Penulis merupakan Dosen Sejarah Universitas Negeri Andalas, Padang, Sumatera Barat
Dalam Undang-Undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989 disebutkan, “pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi atas perannya pada masa yang akan datang. Basri (2012) mendefinisikan pendidikan Islam yaitu “suatu pendidikan yang melatih perasaan orang yang terdidik dengan beragam cara sehingga sikap hidup, tindakan, keputusan, pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan mereka sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan menyadari nilai etis Islam.” Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya pendidikan Islam merupakan pendidikan yang membawa manusia memiliki pemahaman terhadap nilai ke-Islaman, serta memiliki perilaku dan perbuatan sesuai pedoman dan syariat Allah.
Akar Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia Pra Kemerdekaan
Keadaan pendidikan Islam pada masa sebelum kemerdekaan, cenderung bersifat pribadi ataupun organisasi, karena pada saat itu, pendidikan Islam bersebrangan cenderung berbenturan dengan pendidikan yang dibuat oleh pemerintah kolonial, dan dari pendidikan ini juga menghasilkan kaum-kaum terpelajar yang menentang kolonialisasi di Indonesia, muncul tokoh-tokoh ulama yang memberikan pencerahan kepada Indonesia. Adapun lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan antara lain, Masjid, Langgar, Pesantren, Meunasah, Rangkang dan, Dayah, serta Surau. Lembaga-lembaga ini dahulunya membantu perkembangan Islam di Indonesia, dan sekarang sebagian telah menjadi pusat pendidikan Islam di Indonesia salah satunya Pesantren. Daulay (2009) menjelaskan fungsi utama masjid dan langgar, masjid fungsi utamanya adalah untuk tempat sholat lima waktu, Sholat Jumat serta tempat untuk menjalankan sholat hari raya Idul Fitri, dan Idul Adha. sedangkan langgar, bentuknya lebih kecil dari dari masjid dan digunakan hanya untuk tempat sholat lima waktu, bukan untuk tempat sholat jumat.” Namun disamping fungsi utamanya itu, masjid dan langgar memiliki fungsi lain seperti tempat berlangsungnya pendidikan agama, penyampaian syiar-syiar Islam oleh para mubaligh dan pengajian Al-Qur’an yang dilaksanakan di tempat ini, ditujukan serta merta untuk membentuk karakter dan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari serta lebih mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa.
Lalu ada lembaga pendidikan pesantren, mengenai asal-usul pesantren Zarkasyi (2005) membagikan 2 kelompok mengenai asal-usulnya, pertama bahwa “pesantren merupakan model dari sisitem pendidikan Islam yang memiliki kesamaan dengan sistem pendidikan agama Hindu-Budha dengan sistem asramanya. Yang kedua bahwa pesantren diadopsi dari lembaga pendidikan Islam Timur Tengah.” Disamping dari asal-usulnya, pesantren memiliki 5 elemen yang tidak bisa dipisahkan, Dhofier (2011) elemen tersebut antara lain, “Kyai, Masjid, Pondok, Santri, dan Pengajaran Kitab Islam Klasik.” Pendidikan Islam pada lembaga pesantren berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, para santri yang datang untuk mengemban pendidikan, cenderung jauh dari orangtua, mereka diharpakn mampu menyesuaikan hidup, karena disamping mereka mendapatkan ilmu agama di pesantren, mereka juga di didik serta dilatih untuk mandiri.
Lalu ada pula Meunasah, Rangkang dan Dayah, ketiganya ini merupakan lembaga pendidikan Islam yang berada di Aceh. Meunasah atau secara etimologi yaitu madrasah. Meunasah pada masyarakat Aceh merupakan tempat belajar, namun Meunasah sebenarnya memiliki multifungsi antara lain, tempat Sholat, tempat musyawarah, tempat menginap bagi para musafir dan masih banyak lagi. Hasjsmy (1983) menjelaskan bahwa “meunasah adalah lembaga pendidikan awal bagi anak-anak yang dapat disamakan dengan tingkat sekolah dasar. Di meunasah para murid diajar menulis/ membaca huruf Arab, ilmu agama dalam bahasa Jawi (Melayu), dan Akhlak,”
Rangkang adalah tempat tinggal murid yang dibangun pada sekitaran masjid, sistem pendidikan di rangkang sama dengan pesantren menggunakan sistem sorogan dan wetonan, pendidikan terpusat pada pendidikan agama didalamnya diajarkan kitab-kitab yang berbahasa Arab. Adapula yang disebut dengan dayah, dayah berasal dari bahasa Arab yaitu “zawiyah”, Daulay (2009) menjelaskan bahwa zawiyah dikaitkan dengan tarekat-tarekat sufi, di mana seorang syekh atau mursyid melakukan kegiatan pendidikan kaum sufi. Zawiyah menjadi dayah menurut dialek Aceh, juga mempunyai hubungan fungsional sama sama merujuk kepada tempat pendidikan.” Pendidikan yang akan ditemukan didalamnya yaitu bahasa Arab, fiqih, tauhid, tasawuf, dan lain sebagainya.
Dan yang terakhir yaitu lembaga pendidikan Islam yang memiliki nama surau, surau juga memiliki fungsi utama sebagai tempat melaksanakan sholat, dan mengaji. Di Sumatera Barat pengertian surau bukan hanya mempunyai fungsi ibadah, dan pendidikan saja melainkan juga memiliki fungsi budaya. Surau diperkirakan sudah ada sebelum Islam masuk. Surau dibagi menjadi tiga kategori. pertama surau kecil, menengah dan surau besar. Azra (1988) menjelaskan bahwa “surau kecil untuk mengaji (membaca Al-Qur’an), tempat sholat dan memuat sekitar 20 pelajar, surau menengah dan tidak hanya sebagai tempat sholat dan mengaji, tetapi mempunyai fungsi pendidikan dalam arti yang lebih luas, serta berisikan 80 pelajar untuk menengah dan 100 sampai 1000 untuk yang besar.” sistem pendidikan pada sura juga memiliki kemiripan dengan sistem pendidikan pada pesantren, dengan menggunakan metode bandongan dan sorogan.
Pengakuan Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia
Pada masa ini lembaga pendidikan Islam yang terlihat sangat berkembang, yaitu madrasah dan pesantren, keduanya telah mengalami peningkatan jumlah yang sangat signifikan. Hal itu didasari dengan peraturan yang ada setelah Indonesia merdeka. Pada saat itu disusunlah mengenai aturan-aturan pada pendidikan di Indonesia, mulai dirumuskannya mengenai pasal 31 UUD 1945. Pemerintah melakukan Integrasi antara pendidikan kolonial dengan warisan budaya bangsa, seperti yang tertulis pada rencana BP-KNIP pada tanggal 25 Desember 1945, yang salah satu isinya membahas mengenai pendidikan Islam yang berupa madrasah dan pesantren. Bunyinya bahwa “Madrasah dan pesantren-pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata, yang sudah berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan yang nyata dengan berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.”
Susanto (2010) menilai sebagaimana “pemberian tuntunan dan bantuan kepada madrasah dan pesantren-pesantren dimaksudkan agar lembaga pendidikan Islam mampu berkembang dan mengadakan pembaruan secara terintegrasi dalam satu sistem pendidikan nasional.” Sehingga madrasah dan pesantren hingga saat ini merupakan lembaga pendidikan yang otonom dibawah pembinaan Departemen Agama. Disamping itu ditambah lagi dengan disahkannya UU No.2 tahun 1989 maka usaha integrasi pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional mendapatkan dasar hukum yang mantap, sehingga menggambarkan bahwa perhatian dan pengakuan bangsa Indonesia terhadap sumbangan besar pada pendidikan Islam yang sejak lama mendidik dan mencerdaskan anak bangsa.