Panyabungan (BBNews)
Adanya surat Lembaga Adat Budaya Mandailing No 001/LABM-III/MN/2017, tertanggal …Maret 2017, yang ditujukan kepada Bupati Mandailing Natal dengan tembusan berbagai pihak, yang berisikan 4 (empat) point : (1) Drama Sibaroar agar tidak ditayangkan, (2) Penarikan buku-buku yang telah beredar yang berkaitan dengan adat budaya, (3) Pembuatan, pemakaian, penempatan fisik bangunan, paraget, lambang dan nama yang berkaitan dengan adat budaya Mandailing untuk dikaji dan dievaluasi kembaali kepada yang memiliki kompetensi dan legalisasi, dan (4) Menempatkan Forum Pelestarian Adat Budaya sesuai dengan proporsionalnya.
Hal itu sangat dikesalkan dan diprotes H. Pandapotan Nasution, SH (Gelar Patuan Kumala Pandapotan) didampingi Drs H. Afifuddin Lubis M.Si (Gelar Mangaraja Ihutan Soripada), karena mereka tidak memiliki hak serta tindakannya telah melampaui batas kewenangannya. Demikian disampaikan kedua tokoh sepuh Mandailing itu kepada BBNews (09/03) seusai menghadiri undangan Rapat Paripurna DPRD Madina dengan agenda peringatan HUT Madina ke-18 Tahun 2017 di Gedung Serbaguna Panyabungan.
Dalam uraian penjelasan kedua tokoh yang sengaja diundang Pemkab Madina selaku tokoh penggagas dan pejuang yang melahirkan berdirinya Kabupaten Mandailing Natal ini dulunya,dikatakan, bahwa sejak keluarnya Permendagri No 39/2007, Peraturan Bersama Mendagri dan Menparbud No 42/2009 dan No 40/2009 serta Pergub Sumut No 4/2013, yang mengatur tentang : Pedoman Ormas Bidang Kebudayaan Keraton dan Lembaga Adat dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah. “Maka semua organisasi atau paguyuban yang berkaitan dengan adat budaya harus mengacu kepada peraturan pemerintah tersebut. Dan apabila organisasi dimaksud diluar ketentuan peraturan yang ada serta diluar koridor kebijakan pemerintah, pasti tidak akan diakui pemerintah keberadaannya”- tegasnya.
Ditambahkan kedua tokoh pemangku adat Mandailing Natal itu lagi, bahwa tidak ada hak dan kewenangan mereka untuk melarang, menegor, mengevaluasi atau lainnya, yang berkaitan dengan penampilan Drama Sibaroar, karena Sibaroar adalah milik seluruh marga Nasution selaku leluhurnya. Begitu juga tentang pelarangan buku, ornamen dan simbol-simbol adat lainnya serta mencampuri organisasi Forum Pelestarian dan Pengembangan Adat Budaya.
“Secara kebetulan, itukan buku-buku adat budaya yang saya ciptakan untuk diajarkan dan diwariskan kepada generasi berikutnya agar mereka tidak kehilangan arah, sekaligus untuk mendukung kebijakan Bupati Madina dengan semboyan -Negeri Beradat Taat Beribadat – supaya terimplementasikan ditengah-tengah masyarakat luas, selama ini belum ada yang protes malah dijadikan sebagai rujukan. Kemudian dalam kasus buku, biasanya dicounter dengan buku yang memprotesnya apabila dianggap ada yang salah dalam kajiannya, begitu aturannya. Lalu kalau dianggap isinya sudah menyesatkan dan merusak kehidupan berbangsa dan bernegara, pihak yang berwenang melarang dan menarik buku dimaksud dari peredaran adalah pihak Kejaksaan bukan pihak lain. Makanya saya bilang mereka sudah keterlaluan dan melampaui batas kewenangannya. Tentu kalau bicara masalah adat budaya, harus terlebih dahulu memahami adat budayalah. Tolong jangan diobok-obok Mandailing Natal ini dengan agenda-agenda terselebung dan sekaligus gagah-gagahan menabrak peraturan pemerintah. Saya tidak rela selaku yang berjuang mendirikan kabupaten ini dan sekaligus sebagai sesepuh adat” – ujar Patuan Kumala Pandapotan Nasution, SH sekaligus yang dikenal selaku Raja Panusunan Kekuriaan Pidoli Dolok itu mengakhiri.(tim)