SABRATHA — Sekitar 6.500 migran berhasil dievakuasi dari perairan Libya, Senin (29/8). Misi ini melibatkan 40 tim yang bergerak ke 20 kilometer dari kota Sabratha, Libya.
Video rekaman saat misi menunjukan para migran bersorak saat kapal laut menjangkau mereka. Otoritas Italia mengatakan, ini menjadi salah satu operasi penyelamatan terbesar yang pernah terjadi.
Sebagian besar sudah tersebar berenang di lautan. Ada yang langsung melompat ke air untuk berenang menuju tim penyelamat. Terlihat bayi-bayi yang menangis berusaha dibawa ke atas kapal penyelamat.
Menurut Medicine Sans Frontier (MSF) yang ikut dalam operasi penyelamatan, salah satu bayi bahkan masih berumur lima hari. Juru bicara penjaga pantai Italia mengatakan, hari itu adalah hari tersibuk dalam beberapa waktu belakangan.
Para migran tersebut berasal dari Eritrea dan Somalia. Tak hanya mereka, otoritas Italia juga mengevakuasi 1.100 migran dari area yang sama pada Ahad (28/8).
Operasi pada Senin tersebut melibatkan kapal dari Italia, lembaga perbatasan Uni Eropa Frontex, dan lembaga swadaya Proactiva Open Arms juga Medecins Sans Frontier. Kantor berita AP melaporkan perahu yang digunakan migran tidak layak, kurang bahan bakar, dan terlalu padat.
Para migran ini melarikan diri dari konflik dan kemiskinan di negara asal mereka. Tidak hanya migran asal Timur Tengah tapi juga dari negara-negara Afrika.
Menurut data International Organization for Migration (IOM), sekitar 106 ribu migran tiba di Italia selama tahun ini. Sebanyak 2.726 tewas saat dalam perjalanan karena tenggelam. Sekitar 275 ribu migran lainnya berada di Libya dan hendak menuju Eropa.
Secara keseluruhan, sekitar 284 ribu migran telah masuk Eropa sejauh ini. Mereka menggunakan beragam rute baik melalui Afrika, Asia, atau Timur Tengah. Tahun lalu, Eropa menerima sekitar 1,2 juta migran dari tiga wilayah tersebut.
Menurut data badan pengungsi PBB, total migran yang datang ke Italia adalah 112.500 orang. Jumlahnya lebih sedikit dari periode yang sama tahun lalu, yakni 116 ribu orang.
Lonjakan kedatangan migran tahun lalu telah membawa perpecahan di Uni Eropa. Pejabat negara-negara Eropa berselisih paham soal bagaimana seharusnya menangani orang-orang yang mengungsi ini.
Pada Maret, Uni Eropa mencoba membuat kesepakatan dengan Turki untuk menghentikan gelombang migran. Turki adalah negara penyambung migran yang berbatasan dengan negara gerbang menuju Eropa, Yunani.
Sementara, negara-negara Balkan menutup perbatasan darat mereka. Strategi ini cukup berhasil mengurangi gelombang migran dari darat. Hasilnya, pengungsi mencoba jalur laut yang tidak selalu bersahabat.
Mereka menggunakan jalur laut untuk sampai Italia. Migran dari negara-negara Afrika, seperti Eritrea, Somalia, Nigeria, dan Gambia terus melintas dari Libya untuk mencapai Italia.
Meningkatnya percobaan melintasi laut membuat penjaga pantai dan organisasi kemanusiaan melakukan patroli di jalur tersebut. Meski kadang patroli tersebut juga berisiko. MSF mengatakan, awal bulan lalu, salah satu kapalnya ditembaki kelompok bersenjata tak dikenal. Kelompok ini dengan berani naik ke atas kapal MSF dan meneror kru.
“Namun, tidak ada yang terluka dalam insiden yang terjadi pada 17 Agustus itu,” kata MSF.
Terakhir kali peningkatan gelombang migran yang cukup signifikan terjadi pada akhir Mei lalu. Saat lebih dari 13 ribu orang diselamatkan dalam satu pekan. Awal Agustus lalu, jumlahnya mencapai 8.300 orang.
Penjaga pantai Italia memprediksi para migran mulai berani berlayar lagi karena faktor cuaca di laut. Cuaca yang cukup bersahabat akhir-akhir ini membuat para migran akan melakukan pelayaran lagi.
Juru bicara IOM, Joel Millman, mengatakan, pemerintah Italia dan IOM telah meluncurkan kampanye di televisi, radio, hingga media sosial agar penduduk tidak melakukan perjalanan berbahaya. Kampanye “Migrants Aware” ini dimulai sejak akhir Juli lalu.
Tingginya jumlah migran juga diperparah oleh oknum perdagangan manusia yang menawarkan perjalanan ke Eropa. Menanggapi hal ini, Uni Eropa telah mengembangkan operasi antipenyelundupan manusia di Mediterania sejak Juni lalu.
Upaya termasuk melatih penjaga pantai Libya agar menghentikan penduduk yang mencoba berlayar dari pantai mereka. Menteri Dalam Negeri Italia Angelino Alfano telah bersikeras bahwa migran tidak harus pergi ke Uni Eropa.
“Italia dan lainnya di Uni Eropa tidak bisa menerima semuanya,” katanya.
rep: Lida Puspaningtyas/reuters/ap, ed: Yeyen Rostiyani